Selasa, 27 September 2011

Pendidikan Keluarga

BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Pendidikan Keluarga
Kata pendidikan menurut etimologi berasal dari kata dasar didik. Apabila diberi awalan me- menjadi mendidik maka akan membentuk kata kerja yang berarti memelihara dan memberi latihan (ajaran). Sedangkan bila berbentuk kata benda akan menjadi pendidikan yang memiliki arti proses perubahan sikap dan tingkah laku seseorangatau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan latihan. Dalam pengertian yang lebih luas pendidikan dapat diartikan sebagai usaha sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih isi (materi), strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai (Suryosubroto, 2010:2).
Kata keluarga dapat diambil kefahaman sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu organisasibio-psiko-sosio-spiritual dimana anggota keluarga terkait dalam suatuikatan khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan ikatan yang sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjaga keharmonisan hubungan satu dengan yang lain. Sementara satu keluarga dalam bahasa Arab adalahal-Usroh yang berasal dari kata al-asruyang secara etimologis mampunyai arti ikatan. Al- Razi mengatakanal-asru maknanya mengikat dengan tali, kemudian meluas menjadi segala sesuatu yang diikat baik dengan tali atau yang lain. (Rahmat dan Gantama, 1994:5). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengertian pendidikan keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di dalam kelompok atau unit social terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga merupakan lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan pribadi, keluarga dan masyarakat.
Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat merupakan lingkungan budaya pertama dan utama dalam rangka menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan perilaku yang dianggap penting bagi kehidupan pribadi, keluarga danmasyarakat. (Sujana 1996: 4)
3.2 Pentingnya Pendidikan Keluarga
Dalam mendidik anak, tentu saja orang tua tidak mungkin sanggup mendidik dan mengajar anak-anak mereka dengan segala ilmu pengetahuan yang diperlukan untuk bekal hidup anak-anaknya dalam masyarakat yang sudah sedemikian majunya sepeti sekarang ini. Keluarga harus dibantu. Sekolahlah yang berkewajiban membantu keluarga atau orang tua dalam mendidik dan mengajar anak-anaknya. Namun, berhasil tidaknya pendidikan di sekolah bergantung dan dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat (Purwanto, 2007:78-79).
Demikianlah, tak dapat disangkal lagi betapa betapa pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga bagi perkembangan anak-anak menjadi manusia berpribadi dan berguna bagi masyarakat. Tentang pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga itu telah dinyatakan oleh banyak ahli didik dari zaman yang telah lampau.
Comenius (1592-1670), seorang ahli diktatik yang terbesar, dalam buku Didaktica Magna, di samping mengemukakan asas-asas didaktiknya yang sampai sekarang masih dipetahankan kebenarannya, juga menekankan betapa pentingnya pendidikan keluarga itu bagi anak-anak yang sedang berkembang. Dalam uraiannya tentang tingkatan-tingkatan sekolah yang dilalui oleh anak sampai mencapai tingkat kedewasaannya, ia menegaskan bahwa tingkatan permulaan bagi pendidikan anak-anak dilakukan di dalam keluarga yang disebut scola-materna (sekolah ibu). Untuk tingkatan ini ditulisnya sebuah penuntun, yaitu Informatorium. Di dalamnya diutarakan bagaimana orang-orang tua harus mendidik anak-anaknya dengan bijaksana, untuk memuliakan Tuhan dan untuk keselamatan jiwa anak-anaknya.
J.J. Rousseau (1712-1778), sebagai salah seorang pelopor ilmu jiwa anak, mengutarakan pula betapa pentingnya pendidikan keluarga itu. Ia menganjurkan agar pendidikan anak-anak disesuaikan dengan tiap-tiap masa perkembangannya sedari kecil.  Dalam buku, yang diberi judul Emile, dijelaskannya pendidikan-pendidikan manakah yang perlu diberikan kepada anak-anak mengingat masa-masa perkembangan anak itu.
Perlu kita ketahui bahwa dasar pendidikan menurut Rousseau ialah alam anak-anak yang  belum rusak; anak-anak harus dididik sesuai dengan alamnya. Kata-kata Rousseau yang penting dan selalu menjadi pedoman kaum pendidik ialah anak itu bukanlah orang dewasa dalam bentuk kecil. Pikiran, perasaan, keinginan, dan kemampuan anak itu berbeda dengan kemampuan orang dewasa.
C.G. Salzmann (1744-1811), seorang penganut aliran philantropinum, juga telah mengeritik dan mengecam pendidikan yang telah dilakukan oleh para orang tua waktu itu. Dalam karaannya, Krebsbuchlein (Buku Udang Karang) Salzmann mengatakan bahwa segala kesalahan anak-anak itu adalah akibat dari perbuatan pendidik-pendidiknya, terutama orang tua. Orang tua pada masa Salzmann dipandangnya sebagai penindas yang menyiksa anaknya dengan pukulan yang merugikan kesehatan, dan menyakiti perasaan-perasaan kehormatannya. Di sini Salzmann hendak menunjukkan bahwa pendidikan keluarga atau orang tua penting sekali. Ia juga menunjukkan berapa besar pengaruh lingkungan alam sekitar terhadap pertumbuhan dan pendidikan anak-anak.
Pestalozzi (1746-1827). Seorang ahli pendidikan sosial yang kenamaan, telah mengabdikan tenaga, pikiran, dan hidupnya untuk kepentingan anak-anaknya. Di berbagai tempat di negerinya (antara lain di Neuhof, di Stanz, dan Burgdof) ia mendirikan tempat-tempat pendidikan yang diperuntukkan bagi anak-anak yatim-piatu dan anak miskin lainnya, yang kebanyakan dari anak-anak tersebut tidak mendapat pendidikan dari orang tuanya. Dalam tempat-tempat pendidikannya itu ia bekerja sebagai ayah, ibu, dan guru dari anak-anak, yang didirikannya secara klasikal itu.
Lebih nyata lagi bahwa ia sangat menghargai dan menunjukkan betapa pentingnya pendidikan keluarga itu, setelah terbit bukunya Lienhard und Gertrud dan Wie Gertrud ihre Kinder lehrt (Bagaimana Gertrud Mengajar Anaknya). Dalam buku itu diuraikannya tentang pendidikan keluarga sebagai unsur pertama dalam kehidupan masyarakat. Diutarakannya pula bagaimana member pelajaran dan pendidikan agama kepada anak-anak.
3.3 Keluarga sebagai Pemenuh Kebutuhan Anak
Keluarga dikatakan dapat memenuhi syarat-syarat pendidikan anak bila keluarga tersebut dapat memenuhi kebutuhan anak. Menurut A.H. Maslow kebutuhan orang pada umumnya atau anak pada khususnya yaitu: (Suhartin C, 1980: 52-53)
(1)  Kebutuhan jasmani; sperti makan, minum, tidur, perlindungan dan sebagainya.
(2)  Kebutuhan keamanan; tiap orang atau anak merasa tidak enak bila keselamatannya terancam.
(3)  Kebutuhan untuk dicintai; tiap orang atau tiap anak selalu mendambakan cinta kasih. Kebahagiaan sejati hanya terletak pada cinta kasih, artinya dapat mencintai dan dicintai. Dalam arti luas pendidikan ini ditunjukkan dengan adanya gejala bahwa tiap orang akan selalu membutuhkan orang lain. Begitu juga anak. Dan khusus untuk anak, memerlukan cinta kasih orang tuanya.
(4)  Kebutuhan harga diri; tiap orang atau tiap anak akan merasa terhina bila kepribadiannya tersinggung. Ia memerlukan penghargaan atas diri dan karya-karyanya, juga pendapat-pendapatnya. Termasuk kebutuhan ini adalah kebutuhan untuk dibutuhkan atau diperlukan. Tiap orang akan senang bila merasa diperlukan orang lain. Anak pun juga demikian. Ia ingin dihargai, dipuji dan yang amat penting ialah ingin dibenarkan tindakan-tindakannya. Tentu saja kita sebagai orang tua hanya akan membenarkan tindakan-tindakannya yang sungguh-sungguh benar.
(5)  Kebutuhan menyatakan diri; tiap orang atau entah besar enak kecil selalu memiliki keinginan untuk menyatakan dirinya. Pernyataan diri tersebut dimaksudkan untuk diakui masyarakat, walaupun sebenarnya hal ini kurang disadari. Dan dengan adanya pengakuan dari masyarakat tersebut, dia akan menjadi puas. Bila pengakuan masyarakat yang dihararapkan tidak ada atau dengan kata lain yang lebih ilmiah dikatan perbuatannya tidak mempunyai basis sosial, biasannya perbuatan tersebut tidak dikembangkan.

3.4 Peran Anggota Keluarga Terhadap Pendidikan Anak
(1)  Peranan Ibu
Pada kebanyakan keluarga, ibulah yang memegang peranan terpenting terhadap anak-anaknya.sekak anak itu dilahirkan, ibulah yang selalu di sampingnya. Ibulah yang memberi makan dan minum, memelihara, dan selalu bercampur gaul dengan anak-anak. Itulah sebabnya kebanyakan anak lebih cinta kepada ibunya dari pada ke anggota keluarga yang lain.
Pendidikan seorang ibu terrhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang dapat diabaikan begitu saja. Maka dari itu, seorang ibu hendaklah orang yang bijaksana dan pandai mendidik anak-anaknya. Sebagaian orang menyatakan kaum ibu adalah pendidik bangsa.
Nyatalah betapa berat tugas seorang ibu sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga. Baik-buruknya pendidikan ibu terhadap anaknya akan akan berpengaruh besar terhadap perkembangan dan watak anak di kemudian hari. Seorang ibu yang selalu khawatir dan menurutkan keinginan anak-anaknya, akan berakibat kurang baik. Demikian pula tidak baik berlebih-lebihan mencurahkan perhatian kepada anaknya. Asalkan segala perbuatan disertai rasa kasih sayang yang terkandung dalam hati ibunya, anak itu akan mudah akan tunduk kepada pimpinannya.
Sesuai dengan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, dapat disimpulkan bahwa peranan ibudalam pendidikan anak-anaknya adalah sebagai:
·       Sumber dan pemberi kasih sayang;
·       Pengasuh dan pemelihara;
·       Tempat mencurahkan isi hati;
·       Pengatur kehidupan dalam rumah tangga;
·       Pembimbing hubungan pribadi;
·       Pendidik dalam segi emosional.
(2)  Peranan Ayah
Disamping ibu, seorang ayah pun memegang peranan penting. Anak memandang ayahnya sebagai orang yang tertinggi gengsinya atau prestisenya. Kegiatan ayah terhadap pekerjaannya sehari-hari sungguh besar pengaruhnya kepada anak-anaknya, lebih-lebih terhadap anak yang sudah besar.
Meskipun demikian, di beberapa keluarga masih dapat kita lihat kesalahan-kesalahan pendidikan yang diakibatkan oleh tindakan seorang ayah. Karena sibuknya bekerja mencari nafkah, si ayah tidak ada waktu untuk bergaul mendekati anak-anaknya. Lebih celaka lagi seorang ayah yang sengaja tidak mau berurusan dengan pendidikan anak-anaknya. Ia mencari kesenangan bagi dirinya saja. Segala kekurangan dan kesalahan yang terdapat di dalam rumah tangga mengenai pendidikan anak-anaknya dibebankan kepada istri, dituduhnya dan dimaki-makinya istri.
Tanpa bermaksud mendiskiminasikan tugas dan tanggung jawab ayah dan ibu dalam keluarga, ditinjau dari fungsi dan tugasnya sebagai ayah, dapat dikemukakan di sini bahwa peranan ayah dalam pendidikan anak-anaknya yang lebih  dominan adalah sebagai:
·       Sumber kekuasaan dalam keluarga;
·       Penghubung intern keluarga dengan seluruh masyarakat atau dunia luar;
·       Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota keluarga;
·       Pelindung terhadap ancaman dari luar;
·       Hakim atau yang mengadili jika terjadi perselisihan;
·       Pendidikan dalam segi rasional.
(3)  Peranan Nenek
Selain oleh ibu dan ayahnya, banyak pula anak-anak yang menerima pendidikan dari neneknya, baik nenek laki-laki maupun nenek perempuan, ataupun keduanya.
Umumnya, nenek itu merupakan sumber kasih sayang yang mencurahkan kasih sayangnya yang berlebihan terhadap cucu-cucunya. Mereka tidak mengharapkan sesuatu dari cucu-cucunya itu, mereka hanya memberi semata. Maka dari itu, mereka memanjakan cucunya dengan sangat berelebihan.
Dalam suatu keluarga yang diam serumah dengan nenek, seringkali terjadi pertengkaran atau perselisihan antara orang tua anak dan nenek mengenai cara mendidik anak-anaknya. Pandangan orang tua anak tentang mendidik anaknya sering bertentangan dengan pandangan nenek yang merasa bahwa si nenek itu sudah lebih banyak “makan garam” dari pada anaknya (orang tua anak itu).
Dari pengalaman, orang dapat mengetahui bahwa untuk kepentingan anak-anaknya sering lebih baik jika tinggal terpisah dari nenek. Kunjungan nenek yang sewaktu-waktu dan bermalam sekali-kali di rumah orang tua anak telah cukup untuk menyenangkan hati anak.
(4)  Peranan Pembantu Rumah Tangga (Pramuwisma)
Keluarga yang berkecukupan sosial-ekonominya sering memiliki seorang atau lebih pembantu rumah tangga atau pramuwisma. Tugas pramuwisma di samping mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah tangga, seperti memasak, mencuci, meyetrika pakaian, membersihkan halaman, menyiram tanaman hias sering pula diserahi tugas khusus untuk mengasuh dan memelihara anak-anak yang masih kecil (babysitter) karena kedua orang tua anak-anak itu sibuk bekerja atau mencari nafkah di luar rumah. Dalam hal yang demikian pramuwisma dapat dikatakan anggota keluarga yang juga turut berperan dalam pendidikan anak-anak di dalam keluarga.
Pada umumnya pramuwisma (yang bukan babysitter) tidak memiliki pengetahuan ataupun pengalaman yang cukup dalam hal mengasuh atau mendidik anak-anak, apalagi pramuwisma yang masih muda atau belum pernah berkeluarga. Oleh karena itu, bagi para orang tua, betapa sibuk dan sempitnya waktu terluang, tidak baik jika menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anaknya kepada pramuwisma. Peranan pramuwisma sebagai pembantu rumah tangga seyogianya hanyalah sebagai “pembantu” pula dalam mengasuh dan mendidik anak-anak di dalam keluarga. Sedangkan yang tetap berperan dalam menentukan pendidikan anak-anak adalah orang tua, yaitu ayah dan ibu.
3.5 Petunjuk-Petunjuk Penting bagi Pendidikan dalam Lingkungan Keluarga
Ada beberapa petunjuk yang penting dan perlu diperhatikan oleh pendidik, yaitu:
a.     Usahakan suasana yang baik dalam lingkungan keluarga
Hal ini terutama bergantung pada bapak ibu sebagai pengatur keluaga. Dasar dari pendidikan keluarga ialah perasaan cinta-mencintai. Kita hendaknya selalu berusaha agar di dalam lingkungan keluarga selalu bisa tolong-menolong, kasih sayang antar anggota keluarga, dan harus diliputi suasana kegembiraan dan ketentraman.
Perlu diingat di sini bahwa kesenangan dan ketentraman keluarga itu tidak hanya bergantung kepada banyak sedikitnya harta benda yang dipunyai atau yang dapat diusahakan oleh kelurga itu.
Di dalam suatu keluarga yang baik selalu akan terdapat kejujuran, kesetiaan, keteguhan hati, kesabaran, kerajinan, kerapian, dan kebersihan di antara anggota-anggota keluarganya.
b.     Tiap-tiap anggota keluarga hendaklah belajar berpegang pada hak dan kewajibannya masing-masing
Hal ini terutama menurut kedudukan dan umurnya masing-masing. Tidak mungkin seorang anak kecil akan sama hak maupun kewajibannya dengan anak yang sudah besar. Orang tua harus berusaha agar anak-anaknya sedikit demi sedikit secara berangsur-angsur tahu akan kewajibannya sebagai anggota keluarga. Untuk itu, anak-anak perlu dibiasakan melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti mengenakan pakaian sendiri, mandi, makan, tidur pada waktunya, mengasuh adik, membantu ayah dan ibu, pekerjaan membereskan , dan mengatur kebersihan rumah tangga.
Jika tiap-tiap anggota keluarga sudah tahu dan menjalankan tugas kewajibannya masing-masing menurut aturan-aturan yang berlaku dalam keluarga itu, akan terciptalah ketertiban dan kesenangan serta ketentraman dalam keluarga itu.
c.     Orang tua serta orang tua dewasa lainnya dalam keluarga itu hendaklah mengetahui tabiat dan watak anak-anak
Hal ini mudah diusahakan karena orang tualah yang setiap hari bergaul dan bermain dengan anak-anaknya. Dari pergaulan dan dari ikut serta bermain dengan anak-anak, orang tua dapat mengetahui bagaimana sifat-sifat dan tabiat anak-anaknya masing-masing. Pengetahuan ini sungguh merupakan harta yang tak ternilai harganya untuk mendidik anak-anak kea rah kedewasaan. Seorang pendidik akan dapat berhasil usahanya jika ia dapat mengetahui siapa dia.
Lagi pula, adanya pengetahuan orang tua tentang watak anak-anaknya dan adanya saling mengetahui tabiat masing-masing akan dapat menghindarkan perselisihan dan mendatangkan kerukunan serta ketentraman dalam keluarga.
d.     Hindarkan segala sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan jiwa anak-anak
Orang tua tidak boleh sering mengejek atau mengecilkan hati anak-anaknya. Besarkan hati anak-anak itu dalam segala usahanya yang baik. Pujilah mereka, anjurkan kepada mereka bahwa apa yang dapat dikerjakan orang lain, dia pun dapat mengerjakannya. Janganlah terlalu melarang dan menegur jika memang tidak perlu. Lebih bijaksana jika larangan-larangan itu diganti dengan suruhan. Sebagai contoh, jangan mengatakan: “Jangan bermain-main dengan pisau, nanti teriris jarimu!” Lebih baik jika kita katakana: “Tolonglah, Nak, simpankan pisau itu di atas meja, tentu kamu pandai menyimpannya, bukan?” dan sebagainya.
Demikian pula, janganlah menggunakan hukuman itu sebagai alat pendidikan satu-satunya. Anak-anak yang sering mendapat hukuman akhirnya bahkan akan kebal terhadap hukuman itu, dan tidak akan menjadi anak yang patuh  dan menurut, tetapi bahkan sebaliknya. Hematlah dalam member hukuman dan teguran atau larangan.
e.     Biarkanlah anak-anak bergaul dengan teman-temannya di luar lingkungan keluarga
Masih ada beberapa orang tua yang khawatir anak-anaknya akan mendapat pengaruh buruk dari teman-temannya. Ini sungguh keliru. Anak-anak adalah calon manusia dewasa yang akan hidup dalam masyarakat yang bermacam-macam corak ragamnya. Pergaulan dengan teman-teman sebaya penting sekali bagi pertumbuhan jiwa anak-anak, terutama pertumbuhan perasaan sosialnya dan pertumbuhan wataknya.
Janganlah kita mengurung anak-anak di lingkungan rumah sendiri saja. Biarkan anak-anak bermain dengan teman-temannya. Jika sampai waktunya, masukkanlah anak-anak itu ke sekolah taman kanak-kanak atau sekolah dasar.


DAFTAR PUSTAKA
Foulcoult, Michael. 2007. http://notok2001.blogspot.com/pendidikan-dalam-keluarga/. 18 Desember 2010.
Purwanto, Drs. M. Ngalim, MP. 2007. Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rahmat, Jalaluddin dan Muhtar Gandatama. 1994. Keluarga Muslim dalam Masyarakat Modern. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Suhartin C., Drs. R.I. 1980. Cara Mendidik Anak dalam Keluarga Masa Kini. Jakarta: Bhratara Karya Aksara.
Sujana, Djuju. 1996. Peranan Keluarga dalam Lingkungan Masyarakat. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto, Drs. B. 2010. Beberapa Aspek Dasar-Dasar Kependidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar