BAB 3 PEMBAHASAN
3.1 Pengertian Pendidikan Keluarga
Kata pendidikan menurut etimologi berasal
dari kata dasar didik. Apabila diberi awalan me- menjadi mendidik maka akan membentuk kata kerja yang berarti
memelihara dan memberi latihan (ajaran). Sedangkan bila berbentuk kata benda
akan menjadi pendidikan yang memiliki arti proses perubahan sikap dan tingkah
laku seseorangatau sekelompok orang dalam usaha mendewasakan manusia melalui
upaya pengajaran dan latihan. Dalam pengertian yang lebih luas pendidikan dapat
diartikan sebagai usaha sengaja dan terencana untuk membantu perkembangan
potensi dan kemampuan anak agar bermanfaat bagi kepentingan hidupnya sebagai
seorang individu dan sebagai warga negara/masyarakat, dengan memilih isi
(materi), strategi kegiatan, dan teknik penilaian yang sesuai (Suryosubroto, 2010:2).
Kata keluarga dapat diambil kefahaman
sebagai unit sosial terkecil dalam masyarakat, atau suatu
organisasibio-psiko-sosio-spiritual dimana anggota keluarga terkait dalam
suatuikatan khusus untuk hidup bersama dalam ikatan perkawinan dan bukan ikatan
yang sifatnya statis dan membelenggu dengan saling menjaga keharmonisan
hubungan satu dengan yang lain. Sementara satu keluarga dalam bahasa Arab
adalahal-Usroh yang berasal dari kata al-asruyang secara etimologis mampunyai
arti ikatan. Al- Razi mengatakanal-asru maknanya mengikat dengan tali, kemudian
meluas menjadi segala sesuatu yang diikat baik dengan tali atau yang lain. (Rahmat
dan Gantama, 1994:5). Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa
pengertian pendidikan keluarga adalah proses transformasi prilaku dan sikap di
dalam kelompok atau unit social terkecil dalam masyarakat. Sebab keluarga
merupakan lingkungan budaya yang pertama dan utama dalam menanamkan norma dan
mengembangkan berbagai kebiasaan dan prilaku yang penting bagi kehidupan
pribadi, keluarga dan masyarakat.
Keluarga sebagai unit sosial terkecil dalam
masyarakat merupakan lingkungan budaya pertama dan utama dalam rangka
menanamkan norma dan mengembangkan berbagai kebiasaan dan perilaku yang
dianggap penting bagi kehidupan pribadi, keluarga danmasyarakat. (Sujana 1996:
4)
3.2
Pentingnya Pendidikan Keluarga
Dalam mendidik anak, tentu saja orang tua
tidak mungkin sanggup mendidik dan mengajar anak-anak mereka dengan segala ilmu
pengetahuan yang diperlukan untuk bekal hidup anak-anaknya dalam masyarakat
yang sudah sedemikian majunya sepeti sekarang ini. Keluarga harus dibantu.
Sekolahlah yang berkewajiban membantu keluarga atau orang tua dalam mendidik
dan mengajar anak-anaknya. Namun, berhasil tidaknya pendidikan di sekolah
bergantung dan dipengaruhi oleh pendidikan di dalam keluarga. Pendidikan
keluarga adalah fundamen atau dasar dari pendidikan anak selanjutnya. Hasil-hasil
pendidikan yang diperoleh anak dalam keluarga menentukan pendidikan anak itu
selanjutnya, baik di sekolah maupun di masyarakat (Purwanto, 2007:78-79).
Demikianlah, tak dapat disangkal lagi
betapa betapa pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga bagi perkembangan
anak-anak menjadi manusia berpribadi dan berguna bagi masyarakat. Tentang
pentingnya pendidikan dalam lingkungan keluarga itu telah dinyatakan oleh
banyak ahli didik dari zaman yang telah lampau.
Comenius
(1592-1670), seorang ahli diktatik yang terbesar, dalam buku Didaktica Magna, di samping mengemukakan
asas-asas didaktiknya yang sampai sekarang masih dipetahankan kebenarannya,
juga menekankan betapa pentingnya pendidikan keluarga itu bagi anak-anak yang
sedang berkembang. Dalam uraiannya tentang tingkatan-tingkatan sekolah yang
dilalui oleh anak sampai mencapai tingkat kedewasaannya, ia menegaskan bahwa
tingkatan permulaan bagi pendidikan anak-anak dilakukan di dalam keluarga yang
disebut scola-materna (sekolah ibu).
Untuk tingkatan ini ditulisnya sebuah penuntun, yaitu Informatorium. Di dalamnya diutarakan bagaimana orang-orang tua
harus mendidik anak-anaknya dengan bijaksana, untuk memuliakan Tuhan dan untuk
keselamatan jiwa anak-anaknya.
J.J.
Rousseau (1712-1778), sebagai salah seorang pelopor ilmu jiwa anak,
mengutarakan pula betapa pentingnya pendidikan keluarga itu. Ia menganjurkan
agar pendidikan anak-anak disesuaikan dengan tiap-tiap masa perkembangannya
sedari kecil. Dalam buku, yang diberi
judul Emile, dijelaskannya
pendidikan-pendidikan manakah yang perlu diberikan kepada anak-anak mengingat
masa-masa perkembangan anak itu.
Perlu kita ketahui bahwa dasar pendidikan
menurut Rousseau ialah alam anak-anak yang
belum rusak; anak-anak harus dididik sesuai dengan alamnya. Kata-kata
Rousseau yang penting dan selalu menjadi pedoman kaum pendidik ialah anak itu bukanlah orang dewasa dalam bentuk
kecil. Pikiran, perasaan, keinginan, dan kemampuan anak itu berbeda dengan
kemampuan orang dewasa.
C.G.
Salzmann (1744-1811), seorang penganut aliran philantropinum, juga telah
mengeritik dan mengecam pendidikan yang telah dilakukan oleh para orang tua
waktu itu. Dalam karaannya, Krebsbuchlein
(Buku Udang Karang) Salzmann mengatakan bahwa segala kesalahan anak-anak itu
adalah akibat dari perbuatan pendidik-pendidiknya, terutama orang tua. Orang
tua pada masa Salzmann dipandangnya sebagai penindas yang menyiksa anaknya
dengan pukulan yang merugikan kesehatan, dan menyakiti perasaan-perasaan
kehormatannya. Di sini Salzmann hendak menunjukkan bahwa pendidikan keluarga
atau orang tua penting sekali. Ia juga menunjukkan berapa besar pengaruh
lingkungan alam sekitar terhadap pertumbuhan dan pendidikan anak-anak.
Pestalozzi
(1746-1827). Seorang ahli pendidikan sosial yang kenamaan, telah mengabdikan
tenaga, pikiran, dan hidupnya untuk kepentingan anak-anaknya. Di berbagai
tempat di negerinya (antara lain di Neuhof, di Stanz, dan Burgdof) ia
mendirikan tempat-tempat pendidikan yang diperuntukkan bagi anak-anak
yatim-piatu dan anak miskin lainnya, yang kebanyakan dari anak-anak tersebut
tidak mendapat pendidikan dari orang tuanya. Dalam tempat-tempat pendidikannya
itu ia bekerja sebagai ayah, ibu, dan guru dari anak-anak, yang didirikannya
secara klasikal itu.
Lebih nyata lagi bahwa ia sangat menghargai
dan menunjukkan betapa pentingnya pendidikan keluarga itu, setelah terbit
bukunya Lienhard und Gertrud dan Wie Gertrud ihre Kinder lehrt (Bagaimana
Gertrud Mengajar Anaknya). Dalam buku itu diuraikannya tentang pendidikan
keluarga sebagai unsur pertama dalam kehidupan masyarakat. Diutarakannya pula
bagaimana member pelajaran dan pendidikan agama kepada anak-anak.
3.3
Keluarga sebagai Pemenuh Kebutuhan Anak
Keluarga dikatakan dapat memenuhi
syarat-syarat pendidikan anak bila keluarga tersebut dapat memenuhi kebutuhan
anak. Menurut A.H. Maslow kebutuhan orang pada umumnya atau anak pada khususnya
yaitu: (Suhartin C, 1980: 52-53)
(1)
Kebutuhan
jasmani; sperti makan, minum, tidur, perlindungan dan sebagainya.
(2)
Kebutuhan
keamanan; tiap orang atau anak merasa tidak enak bila keselamatannya
terancam.
(3)
Kebutuhan
untuk dicintai; tiap orang atau tiap anak selalu mendambakan cinta kasih.
Kebahagiaan sejati hanya terletak pada cinta kasih, artinya dapat mencintai dan
dicintai. Dalam arti luas pendidikan ini ditunjukkan dengan adanya gejala bahwa
tiap orang akan selalu membutuhkan orang lain. Begitu juga anak. Dan khusus
untuk anak, memerlukan cinta kasih orang tuanya.
(4)
Kebutuhan
harga diri; tiap orang atau tiap anak akan merasa terhina bila
kepribadiannya tersinggung. Ia memerlukan penghargaan atas diri dan
karya-karyanya, juga pendapat-pendapatnya. Termasuk kebutuhan ini adalah
kebutuhan untuk dibutuhkan atau diperlukan. Tiap orang akan senang bila merasa
diperlukan orang lain. Anak pun juga demikian. Ia ingin dihargai, dipuji dan
yang amat penting ialah ingin dibenarkan tindakan-tindakannya. Tentu saja kita
sebagai orang tua hanya akan membenarkan tindakan-tindakannya yang
sungguh-sungguh benar.
(5)
Kebutuhan
menyatakan diri; tiap orang atau entah besar enak kecil selalu memiliki
keinginan untuk menyatakan dirinya. Pernyataan diri tersebut dimaksudkan untuk
diakui masyarakat, walaupun sebenarnya hal ini kurang disadari. Dan dengan
adanya pengakuan dari masyarakat tersebut, dia akan menjadi puas. Bila
pengakuan masyarakat yang dihararapkan tidak ada atau dengan kata lain yang
lebih ilmiah dikatan perbuatannya tidak mempunyai basis sosial, biasannya
perbuatan tersebut tidak dikembangkan.
3.4
Peran Anggota Keluarga Terhadap Pendidikan Anak
(1) Peranan
Ibu
Pada kebanyakan keluarga,
ibulah yang memegang peranan terpenting terhadap anak-anaknya.sekak anak itu
dilahirkan, ibulah yang selalu di sampingnya. Ibulah yang memberi makan dan minum,
memelihara, dan selalu bercampur gaul dengan anak-anak. Itulah sebabnya
kebanyakan anak lebih cinta kepada ibunya dari pada ke anggota keluarga yang
lain.
Pendidikan seorang ibu
terrhadap anaknya merupakan pendidikan dasar yang dapat diabaikan begitu saja.
Maka dari itu, seorang ibu hendaklah orang yang bijaksana dan pandai mendidik
anak-anaknya. Sebagaian orang menyatakan kaum ibu adalah pendidik bangsa.
Nyatalah betapa berat
tugas seorang ibu sebagai pendidik dan pengatur rumah tangga. Baik-buruknya
pendidikan ibu terhadap anaknya akan akan berpengaruh besar terhadap
perkembangan dan watak anak di kemudian hari. Seorang ibu yang selalu khawatir
dan menurutkan keinginan anak-anaknya, akan berakibat kurang baik. Demikian
pula tidak baik berlebih-lebihan mencurahkan perhatian kepada anaknya. Asalkan
segala perbuatan disertai rasa kasih sayang yang terkandung dalam hati ibunya,
anak itu akan mudah akan tunduk kepada pimpinannya.
Sesuai
dengan fungsi dan tanggung jawabnya sebagai anggota keluarga, dapat disimpulkan
bahwa peranan ibudalam pendidikan anak-anaknya adalah sebagai:
·
Sumber dan pemberi kasih sayang;
·
Pengasuh dan pemelihara;
·
Tempat mencurahkan isi hati;
·
Pengatur kehidupan dalam rumah tangga;
·
Pembimbing hubungan pribadi;
·
Pendidik dalam segi emosional.
(2) Peranan
Ayah
Disamping ibu, seorang ayah
pun memegang peranan penting. Anak memandang ayahnya sebagai orang yang
tertinggi gengsinya atau prestisenya. Kegiatan ayah terhadap pekerjaannya
sehari-hari sungguh besar pengaruhnya kepada anak-anaknya, lebih-lebih terhadap
anak yang sudah besar.
Meskipun demikian, di
beberapa keluarga masih dapat kita lihat kesalahan-kesalahan pendidikan yang
diakibatkan oleh tindakan seorang ayah. Karena sibuknya bekerja mencari nafkah,
si ayah tidak ada waktu untuk bergaul mendekati anak-anaknya. Lebih celaka lagi
seorang ayah yang sengaja tidak mau berurusan dengan pendidikan anak-anaknya.
Ia mencari kesenangan bagi dirinya saja. Segala kekurangan dan kesalahan yang
terdapat di dalam rumah tangga mengenai pendidikan anak-anaknya dibebankan
kepada istri, dituduhnya dan dimaki-makinya istri.
Tanpa
bermaksud mendiskiminasikan tugas dan tanggung jawab ayah dan ibu dalam
keluarga, ditinjau dari fungsi dan tugasnya sebagai ayah, dapat dikemukakan di
sini bahwa peranan ayah dalam pendidikan anak-anaknya yang lebih dominan adalah sebagai:
·
Sumber kekuasaan dalam keluarga;
·
Penghubung intern keluarga dengan seluruh
masyarakat atau dunia luar;
·
Pemberi perasaan aman bagi seluruh anggota
keluarga;
·
Pelindung terhadap ancaman dari luar;
·
Hakim atau yang mengadili jika terjadi
perselisihan;
·
Pendidikan dalam segi rasional.
(3) Peranan
Nenek
Selain oleh ibu dan
ayahnya, banyak pula anak-anak yang menerima pendidikan dari neneknya, baik
nenek laki-laki maupun nenek perempuan, ataupun keduanya.
Umumnya, nenek itu
merupakan sumber kasih sayang yang mencurahkan kasih sayangnya yang berlebihan
terhadap cucu-cucunya. Mereka tidak mengharapkan sesuatu dari cucu-cucunya itu,
mereka hanya memberi semata. Maka dari itu, mereka memanjakan cucunya dengan
sangat berelebihan.
Dalam suatu keluarga yang
diam serumah dengan nenek, seringkali terjadi pertengkaran atau perselisihan
antara orang tua anak dan nenek mengenai cara mendidik anak-anaknya. Pandangan
orang tua anak tentang mendidik anaknya sering bertentangan dengan pandangan
nenek yang merasa bahwa si nenek itu sudah lebih banyak “makan garam” dari pada
anaknya (orang tua anak itu).
Dari pengalaman, orang
dapat mengetahui bahwa untuk kepentingan anak-anaknya sering lebih baik jika
tinggal terpisah dari nenek. Kunjungan nenek yang sewaktu-waktu dan bermalam
sekali-kali di rumah orang tua anak telah cukup untuk menyenangkan hati anak.
(4) Peranan
Pembantu Rumah Tangga (Pramuwisma)
Keluarga yang berkecukupan
sosial-ekonominya sering memiliki seorang atau lebih pembantu rumah tangga atau
pramuwisma. Tugas pramuwisma di samping mengerjakan pekerjaan-pekerjaan rumah
tangga, seperti memasak, mencuci, meyetrika pakaian, membersihkan halaman,
menyiram tanaman hias sering pula diserahi tugas khusus untuk mengasuh dan memelihara
anak-anak yang masih kecil (babysitter) karena kedua orang tua anak-anak itu
sibuk bekerja atau mencari nafkah di luar rumah. Dalam hal yang demikian
pramuwisma dapat dikatakan anggota keluarga yang juga turut berperan dalam
pendidikan anak-anak di dalam keluarga.
Pada umumnya pramuwisma (yang bukan
babysitter) tidak memiliki pengetahuan ataupun pengalaman yang cukup dalam hal
mengasuh atau mendidik anak-anak, apalagi pramuwisma yang masih muda atau belum
pernah berkeluarga. Oleh karena itu, bagi para orang tua, betapa sibuk dan
sempitnya waktu terluang, tidak baik jika menyerahkan sepenuhnya pendidikan
anak-anaknya kepada pramuwisma. Peranan pramuwisma sebagai pembantu rumah
tangga seyogianya hanyalah sebagai “pembantu” pula dalam mengasuh dan mendidik
anak-anak di dalam keluarga. Sedangkan yang tetap berperan dalam menentukan
pendidikan anak-anak adalah orang tua, yaitu ayah dan ibu.
3.5
Petunjuk-Petunjuk Penting bagi Pendidikan dalam
Lingkungan Keluarga
Ada
beberapa petunjuk yang penting dan perlu diperhatikan oleh pendidik, yaitu:
a. Usahakan suasana yang baik dalam lingkungan
keluarga
Hal
ini terutama bergantung pada bapak ibu sebagai pengatur keluaga. Dasar dari
pendidikan keluarga ialah perasaan cinta-mencintai. Kita hendaknya selalu
berusaha agar di dalam lingkungan keluarga selalu bisa tolong-menolong, kasih
sayang antar anggota keluarga, dan harus diliputi suasana kegembiraan dan
ketentraman.
Perlu
diingat di sini bahwa kesenangan dan ketentraman keluarga itu tidak hanya
bergantung kepada banyak sedikitnya harta benda yang dipunyai atau yang dapat
diusahakan oleh kelurga itu.
Di
dalam suatu keluarga yang baik selalu akan terdapat kejujuran, kesetiaan,
keteguhan hati, kesabaran, kerajinan, kerapian, dan kebersihan di antara
anggota-anggota keluarganya.
b.
Tiap-tiap
anggota keluarga hendaklah belajar berpegang pada hak dan kewajibannya
masing-masing
Hal ini terutama menurut
kedudukan dan umurnya masing-masing. Tidak mungkin seorang anak kecil akan sama
hak maupun kewajibannya dengan anak yang sudah besar. Orang tua harus berusaha
agar anak-anaknya sedikit demi sedikit secara berangsur-angsur tahu akan
kewajibannya sebagai anggota keluarga. Untuk itu, anak-anak perlu dibiasakan
melakukan pekerjaan-pekerjaan seperti mengenakan pakaian sendiri, mandi, makan,
tidur pada waktunya, mengasuh adik, membantu ayah dan ibu, pekerjaan
membereskan , dan mengatur kebersihan rumah tangga.
Jika tiap-tiap anggota
keluarga sudah tahu dan menjalankan tugas kewajibannya masing-masing menurut
aturan-aturan yang berlaku dalam keluarga itu, akan terciptalah ketertiban dan
kesenangan serta ketentraman dalam keluarga itu.
c.
Orang
tua serta orang tua dewasa lainnya dalam keluarga itu hendaklah mengetahui
tabiat dan watak anak-anak
Hal ini mudah diusahakan
karena orang tualah yang setiap hari bergaul dan bermain dengan anak-anaknya.
Dari pergaulan dan dari ikut serta bermain dengan anak-anak, orang tua dapat
mengetahui bagaimana sifat-sifat dan tabiat anak-anaknya masing-masing.
Pengetahuan ini sungguh merupakan harta yang tak ternilai harganya untuk
mendidik anak-anak kea rah kedewasaan. Seorang pendidik akan dapat berhasil
usahanya jika ia dapat mengetahui siapa dia.
Lagi pula, adanya
pengetahuan orang tua tentang watak anak-anaknya dan adanya saling mengetahui
tabiat masing-masing akan dapat menghindarkan perselisihan dan mendatangkan
kerukunan serta ketentraman dalam keluarga.
d.
Hindarkan
segala sesuatu yang dapat merusak pertumbuhan jiwa anak-anak
Orang
tua tidak boleh sering mengejek atau mengecilkan hati anak-anaknya. Besarkan hati
anak-anak itu dalam segala usahanya yang baik. Pujilah mereka, anjurkan kepada
mereka bahwa apa yang dapat dikerjakan orang lain, dia pun dapat
mengerjakannya. Janganlah terlalu melarang dan menegur jika memang tidak perlu.
Lebih bijaksana jika larangan-larangan itu diganti dengan suruhan. Sebagai
contoh, jangan mengatakan: “Jangan bermain-main dengan pisau, nanti teriris
jarimu!” Lebih baik jika kita katakana: “Tolonglah, Nak, simpankan pisau itu di
atas meja, tentu kamu pandai menyimpannya, bukan?” dan sebagainya.
Demikian
pula, janganlah menggunakan hukuman itu sebagai alat pendidikan satu-satunya.
Anak-anak yang sering mendapat hukuman akhirnya bahkan akan kebal terhadap
hukuman itu, dan tidak akan menjadi anak yang patuh dan menurut, tetapi bahkan sebaliknya.
Hematlah dalam member hukuman dan teguran atau larangan.
e.
Biarkanlah
anak-anak bergaul dengan teman-temannya di luar lingkungan keluarga
Masih ada beberapa orang
tua yang khawatir anak-anaknya akan mendapat pengaruh buruk dari
teman-temannya. Ini sungguh keliru. Anak-anak adalah calon manusia dewasa yang
akan hidup dalam masyarakat yang bermacam-macam corak ragamnya. Pergaulan
dengan teman-teman sebaya penting sekali bagi pertumbuhan jiwa anak-anak,
terutama pertumbuhan perasaan sosialnya dan pertumbuhan wataknya.
Janganlah kita mengurung
anak-anak di lingkungan rumah sendiri saja. Biarkan anak-anak bermain dengan
teman-temannya. Jika sampai waktunya, masukkanlah anak-anak itu ke sekolah
taman kanak-kanak atau sekolah dasar.
DAFTAR PUSTAKA
Foulcoult, Michael. 2007. http://notok2001.blogspot.com/pendidikan-dalam-keluarga/. 18 Desember 2010.
Mungladi M. Psi., Sandra. 2009. http://www.sekolahorangtua.com/category/artikel/ pentingya-pendidikan-keluarga-dalam-masyarakat/. 18 Desember 2010.
Purwanto, Drs. M. Ngalim, MP. 2007. Ilmu Pendidikan
Teoritis dan Praktis. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Rahmat, Jalaluddin dan
Muhtar Gandatama. 1994. Keluarga Muslim
dalam Masyarakat Modern. Bandung:Remaja Rosdakarya.
Suhartin C., Drs. R.I. 1980. Cara Mendidik Anak dalam Keluarga Masa Kini. Jakarta: Bhratara
Karya Aksara.
Sujana, Djuju. 1996. Peranan
Keluarga dalam Lingkungan Masyarakat. Bandung: Remaja Rosdakarya.
Suryosubroto, Drs. B. 2010.
Beberapa Aspek Dasar-Dasar Kependidikan.
Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar