Kamis, 29 September 2011

Naratologi

NARATOLOGI

Setiap karya sastra pasti memiliki cerita. Ceritalah yang menjadi tiang penyangga sebuah karya sastra, tanpa cerita dan penceritaan mungkin tak akan ada rekaman aktivitas kultural. Pernyataan ini sejalan dengan visi sastra kontemporer yang memandang bahwa sebagai seni waktu, penceritaan menduduki posisi penting dalam memahami aktivitas kultural, dengan pertimbangan bahwa di satu pihak ceritalah yang menampilkan keseluruhan unsur karya. Masalah tentang konsep cerita dan penceritaan termasuk dalam kajian naratologi.
Sebelum jauh melangkah, alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu definisi dari naratologi. Naratologi merupakan cabang dari Strukturalisme yang mempelajari struktur naratif dan bagaimana struktur tersebut mempengaruhi persepsi pembaca. Naratologi adalah usaha untuk mempelajari sifat ‘cerita’ sebagai konsep dan sebagai praktek budaya.
 Naratologi berasal dari kata narratio dan logos (bahasa Latin). Narratio berarti cerita, perkataan, kisah, hikayat; logos berarti ilmu. Naratologi juga disebut teori wacana (teks) naratif. Baik naratologi maupun teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai seperangkat konsep mengenai cerita dan penceritaan. Naratologi berkembang atas dasar analogi linguistik, seperti model sintaksis, sebagaimana hubungan antara subjek, predikat, dan objek penderita.
Mieke Bal (Hudayat, 2007) menyebutkan bahwa narator atau agen naratif didefinisikan sebagai pembicara dalam teks, subjek secara linguistik, bukan person, bukan pengarang. Narasi baik sebagai cerita maupun penceritaan didefinisikan sebagai representasi paling sedikit dua peristiwa faktual atau fiksional dalam urutan waktu.
Marie-Laure Ryan dan Ernst van Alphen (Makaryk, 1993: 110- 114) menyebutkan bahwa naratologi dapat dibagi menjadi tiga periode, yaitu:
1.     periode prastrukturalis (hingga tahun 1960-an)
2.     periode strukturalis (tahun 1960-an hingga tahun 1980-an)
3.     periode pascastrukturalis (tahun 1980-an hingga sekarang).
Berikut ini dibicarakan empat ahli naratologi, yaitu Propp, Levi- Strauss, Todorov, dan Greimas sebagai pelopor naratologi periode strukturalis.
Pertama, Vladimir Propp. Propp dianggap sebagai strukturalis pertama yang membicarakan secara serius struktur naratif, sekaligus memberikan makna baru terhadap dikotomi fabula dan sjuzhet (cerita dan plot). Objek penelitian Propp adalah cerita rakyat, seratus dongeng Rusia yang dilakukan tahun 1928 dan baru dibicarakan secara luas tahun 1958. Propp (1987: 93-98) menyimpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki struktur yang sama. Artinya, dalam sebuah cerita para pelaku dan sifat-sifatnya dapat berubah, tetapi perbuatan dan peran-perannya sama.
Kedua, Levi-Strauss. Berbeda dengan Propp, Levi-Strauss lebih memberikan perhataiannya pada mitos. Levi-Strauss menilai cerita sebagai kualitas logis bukan estetis. Ia mengembangkan istilah myth dan mytheme melalui jangkauan perhatiannya terhadap mitos yang terkandung dalam setiap dongeng, baik secara bulat maupun fragmentasi. Menurutnya, mitos adalah naratif itu sendiri, khususnya yang berkaitan dengan aspek-aspek kebudayaan tertentu.
Ketiga, Tzvetan Todorov. Disamping memperjelas perbedaan antara fabula dan sjuzhet, Todorov (1985: 11-53) mengembangkan konsep historie dan discours yang sejajar dengan fabula dan stuzhet. Dalam menganalisis tokoh-tokoh, Todorov menyarankan untuk melakukannya melalui tiga dimensi, yaitu: kehendak, komunikasi, dan partisipasi. Menurutnya, objek formal puitika bukan interpretasi atau makna, melainkan struktur atau aspek kesastraan yang terkandung dalam wacana. Dalam analisis harus mempertimbangkan tiga aspek, yaitu (1) aspek sintaksis, meneliti urutan peristiwa secara kronologis dan logis, (2) aspek semantik, berkaitan dengan makna dan lambang, meneliti tema, tokoh, dan latar, dan (4) aspek verbal, meneliti sarana-sarana seperti sudut pandang, gaya bahasa, dan sebagainya.
Keempat, A.J. Greimas. Objek penelitian Greimas tidak terbatas pada genre tertentu, yaitu dongeng, tetapi diperluas pada mitos. Dengan memanfaatkan fungsi-fungsi yang hampir sama, Greimas (dalam Abdullah, 1999: 11-13; Ratna: 2004: 137- 140) memberikan perhatian pada relasi, menawarkan konsep yang lebih tajam dengan tujuan yang lebih universal, yaitu tata bahasa naratif universal. Greimas lebih mementingkan aksi dibandingkan dengan pelaku.
Bagaimana dengan dengan aplikasi terori strukturalisme naratologi dalam pengkajian sebuah karya sastra? Berkaitan dengan pertanyaan di atas, novel Ayat Ayat Cinta karya Habiburrahman El Shirazy merupakan salah satu novel yang pernah dikaji dengan menggunakan teori strukturalisme naratologi oleh Sri Mulyanti, Universitas Surkancana Cianjur. Dalam pengkajiannya, naratologi diberikan kebebasan, maksudnya naratologi tidak membatasi diri pada teks sastra, melainkan keseluruhan teks sebagai rekaman aktivitas manusia. Sebuah novel dianggap sebagai sebuah totalitas, suatu karya yang secara menyeluruh bersifat atristik sebagai teks naratif. Chatman membagi unsur struktur naratif menjadi dua bagian yaitu cerita dan wacana. Unsur cerita adalah apa yang ingin dilukiskan dalam teks naratif itu, sedang wacana adalah bagaimana cara melukiskanya (Nurgiyantoro, 2002: 26). Unsur cerita terdiri dari peristiwa dan wujud keberadaanya, eksistensinya. Peritiwa itu sendiri dapat berupa aksi (peristiwa yang berupa tindakan manusia) dan kejadian (perisiwa yang bukan hasil tindakan manusia). Dalam wujud eksisteninya unsur cerita terdiri dari tokoh dan latar. Wacana dipihak lain, merupakan saran untuk mengungkapkan isi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai konsep naratologi, yakni naratologi merupakan cabang dari Strukturalisme yang mempelajari struktur naratif dan bagaimana struktur tersebut mempengaruhi persepsi pembaca. Kajian naratologi dapat digunakan untuk mengkaji karya sastra, seperti novel, roman, cerita pendek, puisi naratif, dongeng, biografi, lelucon, mitos, epik, catatan harian, dan sebagainya. Naratologi berasumsi bahwa, cerita adalah tulang punggung karya sastra. Di sisi lain, cerita juga berfungsi untuk mendokumentasikan seluruh aktivitas manusia sekaligus mewariskannya kepada generasi berikutnya.



DAFTAR PUSTAKA

Mulyanti, Sri. Tanpa Tahun. Dalam http://fkip.unsur.ac.id/jurnal/jurnal%20dinamika/ files/KAJIAN%20%20STRUKTURALISME%20%20%20NARATOLOGI.pdf. Universitas Suryakancana Cianjur. Diunduh pada tanggal 24 September 2011, pukul 15.11 WIB.
Yusuf Hudayat, Asep. 2007. Dalam http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/metode_penelitian_sastra.PDF. Universitas Padjajaran. Diunduh pada tanggal 22 September 2011, pukul 09.31 WIB.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar