NARATOLOGI
Setiap
karya sastra pasti memiliki cerita. Ceritalah yang menjadi tiang penyangga
sebuah karya sastra, tanpa cerita dan penceritaan mungkin tak akan ada rekaman
aktivitas kultural. Pernyataan ini sejalan dengan visi sastra kontemporer yang memandang
bahwa sebagai seni waktu, penceritaan menduduki posisi penting dalam memahami
aktivitas kultural, dengan pertimbangan bahwa di satu pihak ceritalah yang
menampilkan keseluruhan unsur karya. Masalah tentang konsep cerita dan
penceritaan termasuk dalam kajian naratologi.
Sebelum
jauh melangkah, alangkah baiknya kita memahami terlebih dahulu definisi dari
naratologi. Naratologi
merupakan cabang dari Strukturalisme yang mempelajari struktur naratif dan
bagaimana struktur tersebut mempengaruhi persepsi pembaca. Naratologi adalah
usaha untuk mempelajari sifat ‘cerita’ sebagai konsep dan sebagai praktek
budaya.
Naratologi berasal dari kata narratio dan
logos (bahasa Latin). Narratio berarti cerita, perkataan, kisah,
hikayat; logos berarti ilmu. Naratologi juga disebut teori wacana (teks)
naratif. Baik naratologi maupun teori wacana (teks) naratif diartikan sebagai
seperangkat konsep mengenai cerita dan penceritaan. Naratologi berkembang atas
dasar analogi linguistik, seperti model sintaksis, sebagaimana hubungan antara
subjek, predikat, dan objek penderita.
Mieke
Bal (Hudayat, 2007) menyebutkan bahwa narator atau agen naratif didefinisikan
sebagai pembicara dalam teks, subjek secara linguistik, bukan person, bukan
pengarang. Narasi baik sebagai cerita maupun penceritaan didefinisikan sebagai
representasi paling sedikit dua peristiwa faktual atau fiksional dalam urutan
waktu.
Marie-Laure Ryan dan
Ernst van Alphen (Makaryk, 1993: 110- 114) menyebutkan bahwa naratologi dapat
dibagi menjadi tiga periode, yaitu:
1.
periode prastrukturalis (hingga tahun
1960-an)
2.
periode strukturalis (tahun 1960-an
hingga tahun 1980-an)
3.
periode pascastrukturalis (tahun 1980-an
hingga sekarang).
Berikut
ini dibicarakan empat ahli naratologi, yaitu Propp, Levi- Strauss, Todorov, dan
Greimas sebagai pelopor naratologi periode strukturalis.
Pertama,
Vladimir Propp. Propp dianggap sebagai strukturalis pertama yang membicarakan
secara serius struktur naratif, sekaligus memberikan makna baru terhadap
dikotomi fabula dan sjuzhet (cerita dan plot). Objek
penelitian Propp adalah cerita rakyat, seratus dongeng Rusia yang dilakukan
tahun 1928 dan baru dibicarakan secara luas tahun 1958. Propp (1987: 93-98)
menyimpulkan bahwa semua cerita yang diselidiki memiliki struktur yang sama.
Artinya, dalam sebuah cerita para pelaku dan sifat-sifatnya dapat berubah,
tetapi perbuatan dan peran-perannya sama.
Kedua,
Levi-Strauss. Berbeda dengan Propp, Levi-Strauss lebih memberikan perhataiannya
pada mitos. Levi-Strauss menilai cerita sebagai kualitas logis bukan estetis.
Ia mengembangkan istilah myth dan mytheme melalui jangkauan perhatiannya
terhadap mitos yang terkandung dalam setiap dongeng, baik secara bulat maupun
fragmentasi. Menurutnya, mitos adalah naratif itu sendiri, khususnya yang
berkaitan dengan aspek-aspek kebudayaan tertentu.
Ketiga,
Tzvetan Todorov. Disamping memperjelas perbedaan antara fabula dan sjuzhet,
Todorov (1985: 11-53) mengembangkan konsep historie
dan discours yang sejajar dengan fabula dan stuzhet. Dalam menganalisis tokoh-tokoh, Todorov menyarankan untuk
melakukannya melalui tiga dimensi, yaitu: kehendak, komunikasi, dan
partisipasi. Menurutnya, objek formal puitika bukan interpretasi atau makna,
melainkan struktur atau aspek kesastraan yang terkandung dalam wacana. Dalam
analisis harus mempertimbangkan tiga aspek, yaitu (1) aspek sintaksis, meneliti
urutan peristiwa secara kronologis dan logis, (2) aspek semantik, berkaitan
dengan makna dan lambang, meneliti tema, tokoh, dan latar, dan (4) aspek
verbal, meneliti sarana-sarana seperti sudut pandang, gaya bahasa, dan
sebagainya.
Keempat,
A.J. Greimas. Objek penelitian Greimas tidak terbatas pada genre tertentu,
yaitu dongeng, tetapi diperluas pada mitos. Dengan memanfaatkan fungsi-fungsi
yang hampir sama, Greimas (dalam Abdullah, 1999: 11-13; Ratna: 2004: 137- 140)
memberikan perhatian pada relasi, menawarkan konsep yang lebih tajam dengan
tujuan yang lebih universal, yaitu tata bahasa naratif universal. Greimas lebih
mementingkan aksi dibandingkan dengan pelaku.
Bagaimana dengan dengan
aplikasi terori strukturalisme
naratologi dalam pengkajian sebuah karya sastra? Berkaitan dengan
pertanyaan di atas, novel Ayat Ayat
Cinta karya Habiburrahman El Shirazy merupakan salah satu novel yang pernah
dikaji dengan menggunakan teori strukturalisme naratologi oleh Sri Mulyanti, Universitas
Surkancana Cianjur. Dalam pengkajiannya, naratologi diberikan
kebebasan, maksudnya naratologi tidak membatasi diri pada teks
sastra, melainkan keseluruhan teks sebagai rekaman aktivitas manusia. Sebuah novel dianggap sebagai sebuah
totalitas, suatu karya yang secara menyeluruh bersifat atristik sebagai teks
naratif. Chatman membagi unsur struktur naratif
menjadi dua bagian yaitu cerita dan wacana. Unsur cerita adalah apa yang ingin
dilukiskan dalam teks naratif itu, sedang wacana adalah bagaimana cara
melukiskanya (Nurgiyantoro, 2002: 26). Unsur cerita terdiri dari peristiwa dan
wujud keberadaanya, eksistensinya. Peritiwa itu sendiri dapat berupa aksi
(peristiwa yang berupa tindakan manusia) dan kejadian (perisiwa yang bukan
hasil tindakan manusia). Dalam wujud eksisteninya unsur cerita terdiri dari
tokoh dan latar. Wacana dipihak lain, merupakan saran untuk mengungkapkan isi.
Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan mengenai konsep
naratologi, yakni naratologi merupakan cabang dari
Strukturalisme yang mempelajari struktur naratif dan bagaimana struktur
tersebut mempengaruhi persepsi pembaca. Kajian naratologi dapat digunakan untuk mengkaji
karya sastra, seperti novel, roman, cerita pendek, puisi naratif,
dongeng, biografi, lelucon, mitos, epik, catatan harian, dan sebagainya.
Naratologi berasumsi bahwa, cerita adalah tulang punggung karya sastra. Di sisi
lain, cerita juga berfungsi untuk mendokumentasikan seluruh aktivitas manusia
sekaligus mewariskannya kepada generasi berikutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Mulyanti, Sri. Tanpa
Tahun. Dalam http://fkip.unsur.ac.id/jurnal/jurnal%20dinamika/
files/KAJIAN%20%20STRUKTURALISME%20%20%20NARATOLOGI.pdf. Universitas Suryakancana Cianjur. Diunduh pada
tanggal 24 September 2011, pukul 15.11 WIB.
Yusuf Hudayat, Asep.
2007. Dalam http://resources.unpad.ac.id/unpad-content/uploads/publikasi_dosen/metode_penelitian_sastra.PDF.
Universitas Padjajaran. Diunduh pada tanggal 22 September 2011, pukul 09.31
WIB.